Makkah adalah sebuah kota yang berada di Tanah Hijaz, tepatnya berada di wilayah barat semenanjung Arabia yang mengarah ke arah timur pelabuhan laut Jeddah.
Makkah Al-Mukarramah ini memiliki ketinggian 300 meter diatas permukaan laut. Jika diukur jarak makkah dari kota Jeddah lebih kurang 73 km, dari Thaif sekitar 87 km, dari Madinah 450 km, sedangkan dari Riyadh (Ibu Kota Arab Saudi) sekitar 990 km.
Tempat-Tempat Bersejarah di Makkah Al-Mukarramah
Makkah merupakan kawasan yang dikelilingi oleh pegunungan terutama di sekitar Masjidil Haram.
Dataran rendahnya ialah Batha’, sebelah timur Masjidil Haram adalah perkampungan Ma’la, sedangkan sebelah barat daya disebut Misfalah.
Rasulullah SAW sendiri adalah warga Ma’la, karena Rasulullah SAW lahir, menetap serta dibesarkan disana hingga pada akhirnya Rasulullah SAW hijrah ke Yastrib.
Untuk Memasuki Kota Suci Makkah, terdapat tiga pintu utama, yaitu Ma’la atau al-Hujun (bebukitan yang terdapat kuburan para sahabat dan para Syuhada), Misfalah, dan Subaikah.
‘Atiq bin Ghaits al-Biladi memaparkan, “Beliau bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Orang-orang tersebut, mulai dari Qushay hingga Muhammad adalah para tokoh pendiri kota Makkah al-Mukarramah”.
Apabila kita melakukan perhitungan sederhana terhadap apa yang telah diperbuat para tokoh pendiri tersebut sejak penguasaan Qushay atas Makkah hingga kenabian Rasulullah SAW, maka hasilnya adalah 6×40 tahun = 240 tahun.
Hal ini mengartikan bahwa pembangunan Makkah sebagai kota dimulai sekitar pertengahan abad IV tahun masehi.
Makkah sendiri memiliki nama lain selain Makkah itu sendiri. Menurut Imam an-Nawawi, banyaknya sebutan nama tempat ini menunjukkan kebesaran dan keagungan yang mempunyai nama, sebagaimana banyaknya nama-nama Allah SWT (Asmaul Husna) dan nama-nama Rasulullah SAW.
Dibumi persada ini, hanya Makkah dan Madinah yang memiliki banyak nama dan gelar, hal ini karena banyaknya ukiran sejarah kebaikan yang dinisbatkan kepada kota ini. Nama-nama tersebut dapat kita temukan di dalam firman-firman Allah SWT, diantaranya :
1.) Makkah. Sesuai firman Allah SWT dalam QS. al-Fath ayat 24.
2.) Bakkah. Sesuai dengan firman Allah SWT pada QS. Ali Imran ayat 96. Tentang Bakkah ini ada 4 pendapat, yaitu :
Pertama, Nama untuk seluruh Tanah Haram
Kedua, Nama untuk sekitar Ka’bah
Ketiga, Nama untuk Baitullah al-Musyarrafah dan Masjidil Haram
Keempat, Nama tempat di antara dua bukit sekeliling Ka’bah
3.) Ummul Qura’ (Ibu Kota) sesuai firman Allah SWT dalam QS. al-An’am ayat 96 dan QS. asy-Syura ayat 7. Disebut dengan Ummul Qura’ (Ibu Kota) karena beberapa alasan sebagai berikut :
Pertama, Bumi diciptakan dari bawahnya, sehingga Makkah menjadi pusat bumi dan berada di tengah-tengah pusaran dunia. Semua sudut bisa menghadap dengan pas kearahnya.
Kedua, Merupakan kiblat (titik arah menghadap) bagi kaum muslimin ketika Shalat.
Ketiga, Negeri yang paling tua
Keempat, Mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam.
4.) Al-Balad (Kota atau Negeri) Kota al-Balad secara etimologi artinya bagian tengah dari sebuah negeri, atau pusat kota. Tentang hal ini, Allah SWT berfirman di dalam QS. al-Balad ayat 1 dan 2
5.) Al-Baldah (pemukiman) Dalilnya adalah di dalam QS. an-Naml ayat 91.
6.) Al-Baladul Amin (negeri yang aman) seperti firman Allah SWT di dalam QS. at-Tin ayat 3.
7.) Haraman Aminan (Tanah Suci yang aman) sebagaimana firman Allah SWT di QS. al-Qashash ayat 57.
8.) Ma’ad (tempat kembali) hal ini sesuai firman Allah SWT yang terdapat dalam QS. al-Qashash ayat 85.
9.) Al-Qaryah (desa atau kampung) Sesuai firman Allah SWT didalam QS. an-Nahl ayat 112 dan QS. Muhammad ayat 13.
10.) Al-Masjidil Haram (masjid yang disucikan) seperti firman Allah SWT di dalam QS. al-Baqarah ayat 144. Nama ini didalam Al-Quran disebutkan pada 15 titik dan digunakan pada 4 pengertian, yaitu :
a. Ka’bah
b. Masjidil Haram dan sekitarnya
c. Seluruh Makkah
d. Seluruh Tanah Haram
Selain itu, ada juga nama lain dari Makkah seperti Nassasah, al-Hathimah, Shalah, al-Haram, al-Basah, ar-Ra’as dan lain sebagainya.
Adapula yang mengatakan bahwa kata Makkah berasal dari kata Bakkah yang artinya “membuat orang menangis”. Kenyataannya memang demikian, bahwa 99% jamaah haji atau jamaah umroh yang menetaskan air mata pertanda menangis ketika mereka masuk Masjidil Haram dan melihat Ka’bah.
Umumnya jemaah haji atau jemaah umroh karena rasa emosional yang bercampur, terlebih takjub melihat kebesaran Allah SWT.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Ali bin al-Hamra, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda saat beliau berada di atas untanya di daerah Hazwarah – Makkah, “Demi Allah, sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi Allah yang paling baik dan tanah yang paling dicintai Allah SWT.
Andaikan aku tidak diusir darimu, niscaya aku tidak akan keluar untuk meninggalkanmu.
Kecintaan Rasulullah SAW terhadap kota Makkah tergambar dalam ucapan beliau saat hendak berangkat hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat sambil menunjuk ke kota Makkah seraya bersabda.
“Aku menyadari sepenuhnya bahwa engkau (Makkah) adalah kota yang paling aku sayangi, dan engkau belahan bumi yang paling dicintai Allah SWT, kalau saja bukan karena orang orang musyrik mengusirku keluar darimu, pasti aku tidak akan pernah meninggalkan kota ini”.
Seperti apa yang diucapkan Rasulullah SAW bahwa Makkah adalah belahan bumi yang terbukti kebenarannya. Prof. Hussain Kamel menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi.
Pada Mulanya, ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar yang ada di dunia. setelah 2 tahun melakukan penelitian,membuat ia kagum dengan apa yang ia temukan, bahwa Makkah memang merupakan pusat bumi.
Kota Makkah dan sekitarnya telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai Tanah Haram,kawasan yang dihormati dan disucikan sejak diciptakannya bumi hingga hari kiamat kelak.
Panjang Kawasan Tanah Suci Makkah adalah 127 km dengan luasnya kurang lebih 55o.300 km persegi.
Diriwayatkan Malaikat Jibril memberitahu Nabi Ibrahim tentang batas-batas dan menyuruhnya untuk menandai dengan menancapkan batu sebagai tanda batas antara daerah yang suci (Tanah Haram) dan yang bukan Tanah Suci.
Jika diukur dari Masjidil Haram maka sebagian dari Tanah Suci jaraknya dapat diuraikan sebagai berikut :
- Dari Masjidil Haram ke Tan’im 7,5 km.
- Dari Masjidil Haram ke Wadi Nahlah 13 km.
- Dari Masjidil Haram ke Adlat Laban (Aqisyiyah) 16 km.
- Dari Masjidil Haram ke Ji’ranah dekat kampung Syara’i al-Mujahidin 22 km.
- Dari Masjidil Haram ke Bukit Arafah 22 km.
Makkah Gate Raisiyah
Makkah Gate Raisiyah dikenal sebagai gerbang al-Qur’an yang merupakan sebuah gerbang monumental di Kota Suci Makkah al-Mukarramah, gerbang ini merupakan pintu masuk Kota Suci Makkah, tempat kelahiran Rasulullah SAW dan juga sebagai tanda batas Tanah Haram kota Makkah, dimana non-Muslim dilarang masuk.
Makkah Gate Raisiyah dibangun pada tahun 1979 Masehi. Desain dilakukan oleh Dia’ Aziz Dia’ dan seorang arsitek bernama Samir Elabd. Pada saat itu, Osama bin Fadl al-Bar selaku wali kota Makkah bertindak sebagai Direktur Utama.
Bagian Utama dari monumen ini adalah struktur kitab suci al-Quran yang diletakkan diatas rehal dengan posisi terbuka.
Beton bertulang digunakan sebagai bahan utama, sedangkan plastik, kaca, kayu dan bahan lainnyadigunakan sebagai penghias struktur bangunan gerbang, misalnya mosaik/vitrail bercahaya Islam dibawah lengkungan.
Pada malam hari bangunan ini diterangi dengan berbagai cahaya yang berbeda. Dibawah struktur bangunan gerbang terdapat pohon-pohon palem yang ditanam disepanjang garis jalan, ditambah pohon hias lainnya yang lebih rendah, serta lahan bebas disamping Four-laned parkway (jalan raya yang terbagi).
Disisi lainnya, terdapat kayu box-cut yang berada didalam taman yang rapi dengan pagar yang berbentuk perimeter pagar kecil, dikisaran bangunan ini juga terdapat tempat parkir kecil serta fasilitas penunjang lainnya yang memanjang menjadi sebuah kompleks.
Makkah Gate Raisiyah dibangun berbentuk lengkungan diatas jalan, yang terdiri dari 3 bagian utama :
- 2 Tempat masing-masing selebar 30×48 meter dan tingginya sekitar 3 meter, taman yang terletak di sisi jalan sebagai blok dukungan untuk sayap (lengkungan).
- 2 sayap masing-masing berukuran panjang 80 meter lebar 48 hingga 18 meter dengan ketinggian 20 meter, merentangkan sekitar 23 meter.
- Rehal 2 halaman dengan panjang 16.5 meter dan lebar 26 meter, dan terbentang sepanjang 23 hingga 31 meter di atas permukaan jalan raya.
Makkah Masjidil Haram
Masjidil Haram terletak dipusat kota Makkah Al-Mukarramah yang dipandang tempat paling suci bagi umat Islam. Masjid ini juga merupakan salah satu dari tempat tujuan utama dalam pelaksanaan ritual ibadah haji dan ibadah umroh.
Didalam masjid ini meliputi Ka’bah, Mathaf (tempat tawaf, hamparan yang mengitari Ka’bah), Mata Air Zamzam, Mathaf Maqam Ibrahim, serta semua bangunan ruangan untuk tempat pelaksanaan Shalat, dan bagian-bagian yang ada sejak perluasan di zaman Umar bin Khattab hingga Raja Fahd bin Abdul Aziz as-Su’ud seperti yang kita saksikan saat ini.
Menurut catatan sejarah Masjidil Haram merupakan bangunan bersejarah tertua di Kota Suci Makkah, bahkan tertua di muka bumi, karena ia sejajar dengan sejarah berdirinya Ka’bah.
Pada awalnya, ia hanya merupakan lapangan di sekitar Ka’bah, tiada dinding dan tidak ada juga batas tertentu, seakan-akan ia adalah dindingnya. Ya, hanya dikelilingi rumah-rumah penduduk, dan Mathaf pun tidak begitu luas.
Namun kini, Masjidil Haram merupakan masjid terbesar yang ada di dunia, diikuti oleh Masjid Nabawi yang terletak di Madinah al-Munawarrah sebagai Masjid kedua di dunia serta merupakan 2 Masjid suci utama bagi umat Islam.
Pada masa Rasulullah SAW luas Masjidil Haram hanya seluas kawasan seputar Mathaf saat ini. Kemudian disela rumah-rumah tersebut terdapat lorong-lorong yang mengantar ke Ka’bah, dinamakan dengan nama-nama kabilah-kabilah yang melaluinya atau yang berdekatan dengannya.
Pada masa Rasulullah SAW masjid ini tercatat mengalami renovasi dan perluasan kurang lebih sebanyak 16 kali. Mereka berikutnya terekam sejarah memimpin program perluasan dan renovasi masjid tersebut adalah:
Pada Masa Khalifah Umar bin al-Khattab
Pada tahun 17 Hijriah atau 637 Masehi – setelah Rasulullulah wafat, terjadi banjir besar di Kota Suci Makkah yang menimbulkan kerusakan pada Masjidil Haram.
Sayyidina Umar bin Khattab selaku Khalifah pada waktu itu melakukan renovasi dan perluasan bangunan Masjidil Haram dengan cara membeli beberapa rumah penduduk di sekitar masjid lalu membongkarnya.
Kemudian dibangunlah tembok yang menjadi pembatas antara Masjidil Haram dengan rumah-rumah penduduk tersebut. Selain memperluas bangunan Masjidil Haram, Khalifah Umar bin al-Khattab juga membuat bendungan besar untuk mencegah terjadinya banjir, lalu mengalihkan saluran air dari Mudda’a ke Wadi Ibrahim.
Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada tahun 28 Hijriah atau 648 Masehi, Khalifah Utsman bin Affan menjadikan koridor-koridor bagian masjid sebagai tempat untuk berteduh bagi orang-orang yang beritikaf. Diperkirakan luas perluasan ini mecapat 2040 meter persegi.
Pada Masa Khalifah Abdullah bin Zubair
Pada tahun 65 Hijriah atau 685 Masehi, setelah Abdullah bin Zubair menyelesaikan pemugaran Ka’bah. Ia memperluas Masjidil Haram dengan sangat besar, sehingga menuntuk untuk memberikan atau dibagian darinya. Diperkirakan perluasan ini mencapai 4050 meter persegi.
Pada Masa Khalifah Dinasti Umayyah
Pada tahun 91 Hijriah atau 709 Masehi Sultan Dinasti Umayyah al-Walid bin Abdul Malik memerintahkan untuk memperluas Masjidil Haram dan membangunnya dengan bangunan yang kokoh, serta mendatangkan pilar-pilar marmer dari Mesir dan Syam yang kemudian dibagian ujungnya diberi lempengan emas.
Masjidil Haram juga diatapi dengan kayu sajj (secamam kayu jati) yang sudah diukir, dan dibuatnya untuknya beranda, ditemboknya diberi lengkungan, dan diatas lengkungannya diberi mozaik (kepingan batu) perluasan ini adalah pada bagian timur dan diperkirakan tambahan ini seluas 2300 meter persegi.
Pada Masa Khalifah Dinasti Abbasiyah
Pada tahun 137 hijriah atau 754 masehi, Sultan Dinasti Abbasiyah Abu Ja’far al-Manshur al-Abbasi memerintahkan untuk memugar Masjidil Haram dan memperluasnya serta menghiasinya dengan emas dan mozaik, dan ia adalah orang pertama yang menutup Hijr Ismail dengan marmer. Diperkirakan tambahan luas masjid ini sekitar 4700 meter persegi.
Kemudian pada tahun 160 hijriah atau 776 masehi, Sultan al-Mahdi memperluas Masjidil Haram dari arah timur, barat dan utara, dan tidak memperluas bagian selatan disebabkan adanya jalan untuk air bah dari Wadi Ibrahim. Tambahan perluasan ini diperkirakan mencapai 7950 meter persegi.
Tatkala Sultan al-Mahdi menunaikan Ibadah Haji tahun 164 hijriah atau 780 masehi, ia memerintahkan agar jalan air bah Wadi Ibrahim dipindahkan. Kemudian ia memperluas bagian selatan sehingga Masjidil Haram berbentuk menjadi segi empat. Tambahan perluasan ini di perkirakan mencapai 2360 meter persegi.
Pada masa ini, renovasi dan pembangunan berlanjut pada tahun 281 hijriah atau 894 masehi. Sultan al-Mu’tadhid al-Abbasi memasukkan Daar an-Nadwah ke dalam bagian Masjid Haram, rumah ini cukup luas terletak di arah utara masjid dan memiliki halaman yang juga luas.
Dahulunya, tempat ini biasa disinggahi oleh para Khalifah dan Gubernur, kemudian ditinggalkan, maka dimasukkanlah ke dalam bagian masjid, dibangun di atasnya menara dan diramaikan dengan pilar-pilar dan kubah-kubah serta koridor-koridor, diatapi dengan kayu sajj yang dihiasi atau diukur. Tambahan ini diperkirakan seluas 1.250 meter persegi.
Pembangunan berlanjut pada tahun 306 hijriah atau 918 masehi. Sultan al-Muqtadir Billahi al-Abbasi memerintahkan agar menambah pintu Ibrahim di arah barat bagian masjid yang dahulunya adalah halaman luas di antara dua rumah Siti Zubaidah luasnya di perkirakan 850 meter persegi.
Masa Kesultanan Utsmaniyah
Pada tahun 979 hijriah atau 1571 masehi, Sultan Salim al-Utsmani memugar bangunan masjid secara total, tanpa menambah area diluarnya dan bangunan ini tetap ada sampai sekarang yang dikenal dengan bangunan Utsmaniyah.
Kemudian pada tahun 987 hijriah atau 1579 masehi, Sultan Salim II menugaskan kepada arsitek ternama yang berasal dari Turki yang bernama Mimar Sinan, untuk merenovasi kembali bangunan Masjidil Haram.
Mimar Sinan mengganti atap masjid yang rata dengan kubah lengkap dengan hiasan kaligrafi di bagian dalamnya. Mimar Sinan juga menambah 4 pilar penyangga sebagai tambahan yang disebut-sebut sebagai rintisan dari bentuk arsitektur masjid-masjid modern.
Kemudian pada tahun 1621 dan 1629 masehi banjir bandang kembali melanda Kota Makkah dan sekitarnya yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan Masjidil haram dan Ka’bah.
Pada masa kekuasaan Sultan Murad IV tahun 1629 masehi, Kabbah dibangun kembali dengan bebatuan dari Makkah, sedangkan Masjidil Haram juga mengalami renovasi kembali. Pada renovasi ini, ditambahkan 3 menara tambahan sehingga keseluruhan menara menjadi 7 buah.
Marmer pelapis lantai pun diganti dengan yang baru. sejak saat itu, arsitektur Masjidil Haram tak berubah hinga hampir 3 abad.
Masa Kekuasaan Raja-raja Arab Saudi
Renovasi besar pertama yang dilakukan pada masa Raja-raja Saudi berlangsung pada tahun 1955 hingga 1973 masehi. Pada saat itu yang memimpin Kerajaan Arab Saudi adalah Raja Abdul Aziz as-Su’ud.
Dalam pembangunannya, selain penambahan 3 menara atap masjid pun diperbaiki, sementara lantai masjid diganti dengan marmer yang baru.
Pada renovasi ini, 2 bukit kecil yakni Shafa dan Marwah dibuat atau digabungkan didalam bagian Masjidil Haram (menjadi bagian dari bangunan Masjidil Haram) dalam renovasi ini pula, seluruh fitu ysng dibangun oleh arsitektur kekaisaran Utsmaniyah termasuk 4 pilar, dirobohkan.
Kemudian renovasi kedua dilakukan ketika Arab Saudi dipimpin oleh Fahd bin Abdul Aziz as-Su’ud pada tahun 1982 – 1988 masehi. Renovasi ini membangun sayap bangunan baru dan kawasan shalat diruang terbuka Masjidil Haram.
Renovasi ketiga dilakukan pada tahun 1988 – 2005. Pada renovasi ini dibangun beberapa menara tambahan serta area Shalat didalam dan sekitar masjid. Sebuah kediaman untuk Raja juga dibangun berhadapan dengan masjid.
Selain itu, dibangun pula 18 gerbang tambahan, 3 kubah serta 500 pilar marmer. Masjidil Haram juga dilengkapi dengan pendingin udara, eskalator dan sistem pengairan.
Pada tahun 2008, Raja Abdullah bin Abdul Aziz as-Su’ud berencana memulai proyek raksasa untuk memperluas kapasitas masjid agar bisa menampung hingga 2 juta jamaah, proyek ini selesai pada tahun 2015, perluasan masjid pun dimulai pada bulan Agustus 2011.
Kawasan masjid yang semula seluas 356.ooo meter persegi dikembangkan menjadi 400.000 meter persegi. Sebuah gerbang yang diberi nama Gerbang Raja Abdullah dibangun bersama tambahan 2 menara masjid.
Tahta kekuasaan berganti setelah Raja Abdullah wafat, maka pembangunan dilanjutkan oleh Raja Salman bin Abdul Aziz as-Su’ud. Ia meluncurkan 5 proyek ekspansi Masjidil Haram secara besar-besaran agar bisa mengakomodasi lebih dari 1,6 juta jamaah haji.
Setiap tahun lebih dari 2 juta jamaah haji dari berbagai penjuru dunia mendatangi masjid yang paling suci ini untuk melaksanakan rukun haji seperti thawaf dan sai. Demi membuat para jemaah haji merasa nyaman, Kerajaan Arab Saudi pun melengkapi masjid ini dengan berbagai fasilitas.
Proyek ini mencakup pembangunan gedung, terowongan, gedung-gedung tempat tinggal bagi jemaah haji, serta sebuah jalan lingkar. Perluasan bangunan masjid mencakup 1,47 juta meter persegi dan membangun 78 gerbang baru.
Menambah kubahnya sebanyak 152 buah, menara sebanyak 9 buah dengan ketinggian 89 meter. Lalu, sebanyak 6 lantai untuk shalat, 680 eskalator, 24 elevator untuk jemaah berkebutuhan khusus, kemudian menambah 21.000 toilet dan tempat wudhu.
Kemudian membuat 589 buah pilar yang terbuat dari marmer dengan tinggi 20 kaki dan diameter 1,5 kaki. Pintu masjid berjumlah 129. Untuk memasuki Masjidil Haram, terdapat 4 pintu utama dan 45 pintu biasa yang biasanya dibuka selama 24 jam.
Masing-masing pintu tersebut memiliki sebuah nama, diantara pintu-pintu tersebut ada yang bernama Shafa, Darul Arqam, Ali, Abbas, Nabi, Bani Syaibah dan lain-lainnya. Pintu-pintu tersebut berada di sekeliling Masjidil Haram.
Di antara pintu-pintu tersebut terdapat sebuah pintu yang sangat populer dan paling utama dan biasanya kerap kali menjadi tempat bergerombol para jamaah yang ingin memasuki pintu tersebut, pintu tersebut bernama Babu as-Salam.
Dengan melalui pintu tersebut jamaah akan dapat langsung melihat Ka’bah, Hajar Aswad, Maqam Ibrahim dan Hijr Ismail. Arti dari kata Babu as-Salam sendiri adalah “Pintu Keselamatan atau Pintu Kedamaian”.
Akan tetapi itu dulu, kini pintu itu ditutup, tidak difungsikan lagi dan bukan lagi pintu yang terbesar. Sekarang, yang besar adalah Babu al-Malik Abdul Aziz, Babu al-Malik al-Fahd, Babu al-Umrah dan Babu al-Fath.
Seluruh pintu di Masjidil Haram juga telah dilengkapi dengan lampu penunjuk berwarna merah dan hijau, jika lampu hijau menyala, berarti di dalam masjid masih terdapat tempat yang kosong.
Namun, jika lampu merah yang menyala, berarti tidak ada lagi tempat yang kosong di dalam masjid. Masjidil Haram juga menyediakan 50 buah pintu yang dikhususkan bagi para penyandang berkebutuhan khusus.
Kemudian Masjidil Haram memiliki sebuah bangunan pusat pendingin udara untuk bagian bangunan perluasan kedua serta lantai dasar sebagai tempat sa’i yang berjarak 600 m dari Masjidil Haram, tepatnya di jalan Ajyad.
Pusat tersebut terdiri dari 6 tingkat yang dilengkapi dengan sistem pendingin udara yang canggih. Udara dingin disalurkan melewati terowongan yang menghubungkan antara pusat dengan satuan pendingin udara pada bangunan perluasan dan disalurkan pula ke satuan-satuan pendingin udara yang terdapat pada tiang-tiang masjid.
Selain pendingin udara, Masjidil Haram juga membuat terowongan sepanjang 1.500 m yang terbentang dari jembatan asy-Syubaikah sebelah barat sampai ke jembatan Jabal Abu Qubais di sebelah timur. Dilengkapi 4 terminal, sistem pencahayaan, pengaturan udara dan kamera pemantau yang modern. Hal ini untuk pemantauan dan upaya untuk menghindari kemacetan lalu lintas.
Nilai proyek yang sudah digelar pada tahun 2011 oleh Raja Abdullah ini mencapai US$ 26,6 Miliar. Pemegang tender proyek raksasa ini adalah Binladin Group.
Keutamaan dari Masjidil Haram
Sungguh banyak sekali keutamaan dari Masjidil Haram yang tidak dimiliki oleh masjid mana pun di bumi persada ini. Keistimewaan-keistimewaan tersebut tergambar dalam hadis-hadis Rasulullah SAW. Diantaranya ialah sebagai berikut:
Tempat Ibadah Tertua
Abu Dzar al-Ghifari bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, masjid apakah yang pertama kali dibangun di muka bumi?”
Rasulullah SAW menjawab, “Masjidil Haram” “setelah itu apa” Rasulullah menjawab, “Masjidil Aqsa”. Abu Dzar bertanya lagi. “Berapa lama jarak antara keduanya”.Jawab Rasulullah SAW “40 tahun”. (HR.Bukhari)
Menurut Ibnu al-Qayyim yang dimaksud dengan pembangunan Masjidil Aqsa di dalam hadis tersebut adalah pembangunan yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub bin Ishaq, ysng kemudian direnovasi oleh Nabi Sulaiman. (Zadul Ma’ad 1:21).
Pahalanya Digandakan 100.000 Kali Lipat
Salat di Masjidil Haram pahalanya lebih utama 100.000 kali daripada masjid-masjid lainnya. Jabir bin Abdillah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1.000 shalat shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah No 1406).
Kiblat Seluruh Umat Islam
Tentang hal ini, Allah SWT berfirman QS Al-Baqarah ayat 144
Makna ayat ini memberi ketegasan bagi umat Islam bahwa di mana saja mereka berbeda, jika akan melaksanakan shalat, wajib menghadap kiblat, yakni Ka’bah yang ada di tengah-tengah Masjidil Haram.
Untuk memberikan kemudahan bagi umat Islam dalam menunaikan shalat sehubungan dengan kewajiban menghadap kiblat ini, maka dalam kitab-kitab fikih diatur bahwa bagi orang yang di dalam Masjidil Haram wajib menghadap Ainul Ka’bah (bangunan/badan Ka’bah) secara pasti.
Sedangkan bagi mereka yang berada di luar Masjidil Haram cukup menghadap ke bangunan masjid itu secara meyakinkan. Dan bagi orang-orang yang berada jauh dari Masjidil Haram, wajib menghadap ke arah Masjidil Haram atau tempat ia sujud.
Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hurairah, bahwa “Ruang cakrawala yang terdapat di antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah SAW bersabda demikian karena posisi kota Madinah berada di sebelah utara kota Makkah. Jadi, orang yang berada di Madinah dalam melaksanakan shalat menghadap ke selatan yaitu kiblat.
Shalat Tahiyatul Masjid dengan Tawaf
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan, “Dan melakukan thawaf itu mustahab (sunah dan disukai) bagi setiap orang yang masuk Masjidil Haram, baik ia sedang ihram atau tidak. Dan jika seseorang masuk Masjidil Haram sedangkan manusia begitu berjubel, berdesakan sehingga sulit melakukan thawaf, maka lakukanlah shalat Tahiyyatul Masjid.
Setiap kali kita masuk Masjidil Haram (walaupun tidak sedang ihram), disunahkan untuk langsung melaksanakan thawaf sebagai penghormatan, bukan shalat Tahiyyatul Masjid sebagaimana di masjid lain. Kecuali jika ada kendala atau saat memasukinya shalat fardhu sudah akan dilaksanakan, maka hendaklah shalat berjamaah Bersama imam, bukan thawaf.
Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW, “Apabila shalat fardhu hendak didirikan, maka taka da shalat lain kecuali shalat fardhu.” atau karena khawatir waktu shalat habis maka seharusnya shalat terlebih dahulu, bukan thawaf.
Boleh Melakukan Shalat Sunnah Kapan Saja
Dalam kitab-kitab fikih, diterangkan bahwa dilarang melakukan shalat sunnah atau shalat tanpa sebab yang mendahuluinya pada 5 waktu sebagai berikut:
- Setelah shalat subuh saat matahari terbit hingga naik sepenggalah
- Ketika istiwa’ yaitu ketika matahari tepat berada di tengah hingga tergelincir
- Sesudah shalat ashar dan
- Saat matahari terbenam
Akan tetapi, semua waktu itu tidak berlaku di Masjidil Haram. Di sana, kita boleh melaksanakan salat sunah kapan pun, hal ini berdasarkan beberapa hadis sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Bani Abdi Manaf, barangsiapa di antara kalian memegang kekuasaan dalam urutan manusia, maka jangan sekali-kali melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini, atau mengerjakan shalat kapan saja ia mau, malam atau siang.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad, Syafi’I dalam as-Sunan, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah)
Makkah Ka’bah
Ka’bah Dalam Bahasa Arab, kata Ka’bah terdiri atas tiga huruf utama yaitu ع ك dan ب yang secara harfiah sangat banyak artinya. Namun, para ahli sastra bahasa mengambil makna yang terpenting, di antaranya bermakna “tinggi” dan “menyendiri”.
Sedangkan dalam pendapat lain secara luas Ka’bah dimaknai sebagai bangunan yang berbentuk “persegi empat”.
Syekh Ibnu Mandzur mengatakan bahwa makna asalnya adalah sesuatu yang agung yang ditempatkan diatas kaki manusia, (Mukhtar Shahah Jilid h 27).
Hijr Ismail
Hijr Ismail – Secara bahasa hijr berasal dari kata benda yakni hijrun yang artinya kamar atau ruang. Jadi Hijr Ismail adalah area (hamparan ruang) terbuka di sebelah kanan bangunan Ka’bah, letaknya tepat berada di arah Rukun Syami.
Hijr Ismail ini dilingkari tembok yang disebut dengan al-Hathim, dan itulah sebabnya Hijr Ismail sering kali disebut juga dengan istilah al-Hathim karena memang lokasinya yang sama.
Ukuran al-Hathim sendiri memiliki panjang 21,57 m, dengan ketinggian 1,32m, dan tebal 1,55 m, sedangkan jarak antara 2 pintu masuk (jarak antara Rukun Iraqi dan Rukun Syami) ialah 8,77 m atau (dalam data lain) 11,94 m.
Kemudian jarak dari dinding Ka’bah ke tembok al-Hathim (garis tengahnya) ialah 8,46 m dan 3 m darinya yang terdekat dengan bangunan Ka’bah, persisnya di bawah Mizab (pancoran emas).
Hajar Aswad
Hajar Aswad – Di sisi bagian Ka’bah terdapat sebuah batu hitam atau yang lebih dikenal dengan Hajar Aswad. Secara bahasa Hajar artinya batu sedangkan Aswad bermakna Hitam. Jadi, Hajar Aswad artinya batu yang berwarna hitam (Black Stone) Menurut riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Hajar Aswad itu diturunkan dari surga yang pada awalnya berwarna lebih putih daripada air susu, kemudian menjadi hitam karena dosa-dosanya anak cucu Adam.” (HR. Tirmidzi).
Multazam
Multazam – Kata Multazam secara bahasa ialah “mohon ketetapan, tempat untuk bergantung, tempat berpegang, atau yang diminta pertanggung jawaban.” Kata Multazam berasal dari kata kerja iltazama-yaltazimu-iltizaaman.
Dalam kontek haji (walaupun sebetulnya tidak terkait dengan keabsahan haji), yang dimaksud dengan Multazam ialah tempat memohon ketetapan dan keteguhan hati kepada Allah SWT. Karena sebabnya, Multazam memang salah satu tempat yang mustajab atau tempat dikabulkannya doa.
Rasulullah SAW bersabda,
“Multazam adalah tempat doa yang mudah dikabulkan. Tidak seorang hamba pun yang sudi berdoa di Multazam ini, kecuali doanya akan dikabulkan.” Kemudian riwayat lain menyebutkan bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Antara rukun Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah disebut dengan Multazam. Tidak ada orang yang berdoa di tempat itu, kecuali Allah SWT akan mengabulkannya.” (HR. Baihaqi)
Mustajar
Mustajar adalah sebuah tempat yang berada di antara rukun Yamani sampai pintu yang ditutup di belakang Ka’bah. Jarak antara keduanya sekitar 4 hasta. Tempat ini dinamakan Mustajar Minadz Dzunub yang artinya “tempat mengasingkan dari segala dosa”, dan juga disebut Multazam ‘Ajaizi Quraisy atau “tempat berlindung orang Quraisy yang lemah”.
Mu’awiyah bin Abu Sufyan pernah berkata,
“Barang siapa yang berdiri di belakang Baitullah (Ka’bah) lalu berdoa, pastilah dikabulkan dan akan bersih dari segala dosanya bagaikan saat dilahirkan dari kandungan ibunya”.
Maqam Ibrahim
Maqam Ibrahim secara bahasa Maqam artinya tempat berdiri atau tempat berpijak. Jadi, Maqam Ibrahim artinya tempat berdirinya Nabi Ibrahim dan bukan kuburan/makam beliau seperti yang dipahami oleh sebagian masyarakat awam.
Maqam Ibrahim adalah bekas telapak kaki Nabi Ibrahim pada sebuah batu yang diturunkan oleh Allah SWT dari surga bersama dengan Hajar Aswad. Hal ini selaras dengan sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash yang menyatakan bahwa,
“Sesungguhnya Rukun Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim merupakan bagian daripada surga”.
Di atas batu inilah, Nabi Ibrahim menata bangunan Ka’bah satu persatu dengan tangan beliau yang mulia dari batu-batu yang dibawa oleh Nabi Ismail yang berasal dari Jabal Ka’bah.
Konon, setiap dinding bangunan Ka’bah semakin bertambah tinggi, batu itu ikut naik sesuai keinginan dan kebutuhan Nabi Ibrahim AS seakan-akan ia berfungsi sebagai kren (alat berat) yang ada dizaman kita saat ini.
Salah satu mukjizat Nabi Ibrahim adalah batu itu menjadi lunak dan empuk di bawah kakinya.
Bekas kedua kakinya masih tetap ada sejak zaman itu hingga sekarang, meskipun saat ini sudah berubah dari bentuk yang aslinya karena sentuhan tangan manusia sebelum diletakkan dalam “rumah kecil” laksana kurungan dalam bentuk kubah yang terbuat dari kaca dengan bingkai kuningan yang berbentuk segi delapan di depan Multazam atau posisinya tepat di depan pintu Ka’bah yang berjarak sekitar 10 m atau kurang lebih 20 dzira.
Hal ini demi kelestarian serta menjaga kerusakan dari gangguan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Sumur Zamzam
Sumur Zamzam adalah sebuah perigi yang terletak tidak jauh dari Maqam Ibrahim di luar Ka’bah. Ia merupakan sebuah sumur yang airnya menjadi rebutan semua jemaah Haji atau Jemaah Umroh, bahkan airnya menjadi rebutan bagi setiap orang dari kalangan kaum Muslimin sampai akhir zaman.
Sebab selain menghilangkan rasa haus dan dahaga, air ini juga ada nilai berkahnya bahkan mengandung obat bagi yang meminumnya, sehingga setiap jemaah haji atau jemaah umroh hampir dapat dipastikan membawanya pulang sebagai oleh-oleh bagi sanak keluarga.
Bukit Shafa dan Bukit Marwah
Bukit Shafa adalah sebuah bukit yang terletak kurang lebih 130 m di sebelah selatan (agak ke timur) dari Ka’bah. Dan sebetulnya, Bukit Shafa masih bersambung dengan Jabal Qubaisy.
Di kawasan Bukit Shafa ini, dahulunya terdapat Darul Arqam, Darul Saib bin Saib dan Darul Khuld, yang semua itu kini hanya tinggal kenangan, karena telah dibongkar habis dan disatukan dengan tempat sa’i (Mas’a).
Bukit Marwah terletak sekitar 350 m dari arah timur laut bangunan Ka’bah (Rukun Syami) Bukit ini juga sebetulnya bersambung dengan Bukit Qaiqu’an. Bukit Marwah menjadi tempat di mana berakhirnya ritual sa’i dalam rangkaian ibadah haji atau ibadah umroh.
Jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 450 m, sehingga jika melakukan perjalanan 7 kali bolak balik, maka jauh perjalanan berjumlah kurang lebih 3,15 km. Kedua bukit ini merupakan saksi bisu bagi perjuangan-perjuangan para tokoh kaliber dunia yang tak boleh kita lupakan dan tak boleh di makan zaman.
Darul Arqam
Darul Arqam – Pada zaman Rasulullah SAW ketika kerap kali mendapatkan tekanan dan ancaman dari kaum Qurais, Rasulullah SAW dan para sahabat sering melakukan pertemuan di atas Bukit Shafa, tepatnya di kediaman al-Arqam bin Abu al-Arqam bin Asad al-Makhzumi atau yang kita kenal dengan sebutan “Darul Arqam”.
Tempat ini merupakan tempat yang terpencil dari pengintaian mata-mata kaum Kafir Qurais, tempat ini pula menjadi markas dakwah Rasulullah SAW sekaligus menjadi tempat pertemuan orang-orang muslim sejak tahun ke-5 kenabian.
Darul Arqam mempunyai hubungan yang sangat erat dengan dakwah Rasulullah SAW. Dulu tempat ini merupakan pusat dakwah Rasulullah SAW secara sembunyi-sembunyi.
Di tempat inilah para sahabat Rasulullah SAW berkumpul guna mendapatkan Khasanah Ilmu pengetahuan Islam, serta melaksanakan shalat jamaah secara sembunyi-sembunyi.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi ini berlangsung selama 3 tahun.
Darun Nadwah
Darun Nadwah – Gedung parlemen Quraisy yang terkenal dengan sebutan Daar an-Nadwah memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, dibangun oleh Qushay bin Kilab (leluhur Rasulullah) kurang lebih 200 tahun sebelum hijrah Rasulullah SAW.
Dinamakan Darun Nadwah karena pada waktu itu, tempat ini dibangun khusus untuk kaum Quraisy makkah dalam memusyawarahkan persoalan-persoalan umat serta merancang program-program yang akan dilakukan untuk kepentingan masyarakat.
Jika ada satu masalah besar yang sulit untuk dipecahkan, mereka semua diundang untuk datang ke Darun Nadwah guna menyelesaikan masalah tersebut secara bersama-sama.
Jabal Tsur
Jabal Tsur adalah sebuah gunung yang terletak di sebelah selatan Masjidil Haram, berjarak kurang lebih 5 km dari Masjidil Haram. Gunung ini membentang kesebuah perkampungan Hijrah. Gunung ini dinamakan Tsur karena bentuknya seperti Tsur atau Lembu yang berdiri menghadap kearah selatan.
Kilas sejarah ketika keputusan keji orang-orang kafir Quraisy untuk membunuh Rasulullah SAW telah diambil, malaikat Jibril turun membawa wahyu rabb-nya yang isinya memberitahukan kepada Rasulullah SAW tentang persekongkolan kaum quraisy tersebut dab izin Allah kepada Rasulullah SAW untuk hijrah dari Kota Suci Makkah. Malaikat Jibril telah menentukan wahyu hijrah tersebut dengan mengatakan kepada Rasulullah SAW bahwa “Malam ini, engkau jangan berbaring di tempat tidur yang biasanya engkau tempati.”
Rasulullah SAW pergikekediaman sahabatnya Abu Bakar ash Shiddiq di tengah terik matahari untuk Bersama-sama menyepakati tahapan hijrah. Aisyah berkata “Ini Rasulullah SAW dating dengan menutup wajah pada waktu yang tidak biasa beliau mendatangai kita.”
Abu Bakar berkata, “Ayah dan Ibuku sebagai tebusan untuknya. Demi Allah, Rasulullah SAW tidak dating pada waktu-waktu seperti ini kecuali karena ada perintah ( Allah ).”
Aisyah melanjutkan, “Lalu Rasulullah SAW datang dan meminta izin masuk, lantas diizinkan dan Rasulullah pun masuk. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar, “Keluarkan orang-orang yang ada di sisimu.”
Abu Bakar menjawab, “Mereka hanyalah keluargamu, wahai Rasulullah” Rasulullah SAW pun berkata lagi, “Sesungguhnya telah diizinkan kepadaku untuk keluar (berhijrah)” Abu Bakar berkata “Engkau ingin ditemani? Wahai Rasulullah? “Rasulullah SAW menjawab “Ya” setelah disepakati rencana hijrah tersebut, Rasulullah SAW pulang kerumahnya dan menunggu datangnya malam. (Shahih al-Bukhari, bab Hijrah Nabi dan Para Sahabatnya. I: 553).
Para penjahat Kafir Quraisy menggunakan waktu siang mereka untuk mempersiapkan diri guna melaksanakan rencana yang telah digariskan berdasarkan Parlemen Makkah “Darun Nadwah” pada pagi harinya. Untuk eksekusi tersebut, dipilihlah 11 orang pemuka dari golongan mereka, antara lain:
- Abu Jahal bin Hisyam
- Al-Hakam bin Abul Ash
- Uqbah bin Abul Ash
- An-Nadhr bin al-Harits
- Umayyah bin Khalaf
- Ubay bin Khalaf
- Zam’ah bin al-Aswad
- Thu’aimah bin Adi
- Abu Lahab
- Nabih bin al-Hajjaj
- Munabbih bin al-Hajjaj
Ibnu Ishaq berkata, “ketika malam telah gelap, mereka berkumpul didepan rumah Rasulullah SAW dan mengintai kapan Rasulullah SAW bangun dari tidurnya, sehingga mereka dapat menyergapnya. Kebiasaan yang selalu Rasulullah SAW lakukan adalah tidur pada awal malam dan keluar rumah menuju Masjidil Haram setelah pertengahan atau dua pertiganya untuk melaksanakan shalat di sana.
Orang-orang Quraisy benar-benar yakin bahwa persekongkolan keji kali ini akan membuahkan hasil yang baik. Hal ini membuat Abu Jahal berdiri tegak dengan penuh keangkuhan dan kesombongan. Abu jahal berkata kepada rekannya yang ikut mengepung rumah Rasulullah SAW dengan nada mengejek dan merendahkan. “Sesungguhnya Muhammad mengklaim bahwa jika kalian mengikuti ajarannya, niscaya kalian akan dapat menjadi raja di kerajaan bangsa Arab dan non-Arab. Kemudian kelak kalian dibangkitkan setelah mati, lalu dijadikan bagi kalian surga-surga seperti suasana surgawi di lembah-lembah Yordania. Jika kalian tidak mau melaksanakannya, dia akan menyembah kalian, kemudian kalian akan dibangkitkan setelah mati, lalu dijadikan bagi kalian api yang membakar.
Waktu suksesi persekongkolan tersebut adalah setelah pertengahan malam saat Rasulullah SAW biasa keluar dari rumahnya. Mereka melewati malam tersebut dengan berjaga-jaga sembari menunggu tengah malam tepat. Namun Allah lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, di Tangan-nya urusan langit dan bumi, Dia melakukan apa yang menjadi Kehendak-nya. Dia telah menetapkan janji yang telah difirmankan-Nya kepada Rasulullah SAW setelah itu
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. al-Anfal [8] : 30)
Sekalipun persiapan yang dilakukan oleh kaum quraisy untuk melaksanakan rencana keji tersebut sedemikian ekstra, namun mereka tetap mengalami kegagalan yang memalukan. Pada malam itu, Rasulullah SAW berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Tidurlah di tempat tidurku, berselimutlah dengan burdah hijau yang berasal dari Hadramaut milikku ini. Gunakanlah untuk tidurmu, sebab tidak akan ada sesuatu pun engkau benci dari mereka yang mampu menjangkaumu.” Bila akan tidur, biasanya Rasulullah SAW selalu memakai burdahnya tersebut.
Sementara Rasulullah SAW telah berhasil keluar dan menembus baris-barisan mereka. Rasulullah memungut setumpuk tanah dari al-Bathha’, lalu menaburkannya kea rah kepala mereka. Ketika itu, Allah telah mencabut pandangan mereka dari melihat Rasulullah SAW sehingga tidak dapat melihat Rasulullah SAW. Sedangkan Rasulullah membaca firman-Nya:
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ
Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (QS. Yasin[36] : 9)
Tidak ada seorang pun yang tersisa. Semuanya Rasulullah SAW taburi tanah di atas kepalanya. Kemudian beliau berjalan menuju kediaman sahabatnya Abu Bakar dan selanjutnya keduanya keluar melalui pintu kecil (celah kecil di bagian belakang) rumah Abu Bakar pada malam hari hingga tembus ke Gua Tsur yang menuju ke arah Yaman.
Jabal Ka’bah
Jabal Ka’bah
Jabal Abu Qubais
Jabal Abu Qubais
Jabal Abu Qaiqa’an
Jabal Abu Qaiqa’an
Tempat Kelahiran Rasulullah SAW
Tempat Kelahiran Rasulullah SAW
Rumah Khadijah al-Kubra
Rumah Khadijah al-Kubra
Jabal Nur dan Gua Hira
Jabal Nur dan Gua Hira
Masjid asy-Syajarah
Masjid asy-Syajarah
Masjid al-Jin
Masjid al-Jin
Maqbarah Ma’la
Maqbarah Ma’la
Masjid Dzi Thuwa
Masjid Dzi Thuwa
Masjid Aisyah Tan’im
Masjid Aisyah Tan’im
Masjid Ji’ranah
Masjid Ji’ranah
Masjid asy-Syumaisi Hudaibiyah
Masjid asy-Syumaisi Hudaibiyah
Masjid ar-Rayah
Masjid ar-Rayah
Mata Air Zubaidah
Mata Air Zubaidah
Padang Arafah
Padang Arafah
Jabal Rahmah
Jabal Rahmah
Masjid an-Namirah
Masjid an-Namirah
Muzdalifah
Muzdalifah
Masjid Masy’aril Haram
Masjid Masy’aril Haram
Muhassab
Muhassab
Mina
Mina
Wadi al-Muhassir
Wadi al-Muhassir
Jabal Qurban
Jabal Qurban
Masjid al-Kabsy
Masjid al-Kabsy
Masjid al-Khaif
Masjid al-Khaif
Masjid al-Bai’ah
Masjid al-Bai’ah